Oleh: Fariji SH/Pemimpin Redaksi LACAK
“Rakyat
bingung! apa benar DPR
itu Dewan Perwakilan Rakyat? Tapi kenapa tidak pernah berpihak pada Rakyat. Sehingga muncul wacana
kontroversial “bubarkan aja DPR itu. Atau paling tidak namanya diganti menjadi “Dewan Penipu Rakyat, Dewan
Penghianat Rakyat, Dewan Pembohong Rakyat, Dewan Pemeras Rakyat, Dewan Penggarong
Rakyat, Dewan Perampok Rakyat, Dewan...entahlah Dewan apalagi?. Sekalian
biar jelas, agar rakyat tidak menuntut lagi dan para anggota dewan pun tidak
mempunyai beban moral kepada rakyat” Betul-betul
ide gila! Tapi masuk akal.
Hal yang wajar bila Rakyat mempertanyakan keberadaan Lembaga DPR yang
didalamnya dihuni para anggota dewan
yang terhormat, Wakil Rakyat. Tapi nyatanya belum pernah berpihak pada
kepentingan Rakyat.
Hampir di setiap sudut warung kopi
di seantero Nusantara ini, Facebook, Twitter, ibu-ibu rumah tangga yang langsung merasakan
dampaknya bila BBM benar-benar naik, selalu memperbincangkan dan memperdebatkan
tingkah laku para anggota Dewan baik yang ada di Senayan maupun yang ada di
Propinsi, Kabupaten/Kota. Rakyat merasa kecewa dan kesal karena merasa dihianti dengan janji-janji pada
saat kampanye dulu.
Hampir setiap hari para Mahasiswa
dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri/Swasta, Parpol, Ormas, Aliansi Buruh,
Petani, Nelayan, ibu-ibu rumah tangga serta Elemen masyarakat lainnya turun
kejalan melakukan aksi demo menolak kenaikan harga BBM. Namun tidak pernah
didengar. Pemerintah tetap bersikukuh ingin menaikkan harga BBM.
Jeritan
rakyat bukannya direspon/ditanggapi/disambut Pemerintah dengan tidak menaikkan
harga BBM. Melainkan disambut dengan himbauan “silakan menyampaikan aspirasi
(demo) dengan tertib, sopan, tidak menimbulkan anarkis serta tidak merugikan
hak-hak orang lain”. Hal itu sudah dilakukan oleh rakyat. Rakyat tidak butuh
himbauan, Rakyat butuh kepastian. Karena BBM itu menyangkut hajat hidup seluruh
rakyat negeri ini.
Negara ini
milik rakyat, bukan milik Penguasa/Pemerintah. Seluruh fasilitas negara ini,
terasuk Gaji TNI/POLRI/PNS serta Pejabat lainnya dibiayai dari uang Rakyat.
Penguasa hanya diberi mandat oleh rakyat untuk mengelola Pemerintahan ini
melalui Pemilu yang usianya hanya dibatasi selama 5 tahun. Sementara rakyat
tidak ada batasan usia. Tentunya, Pemerintah wajib hukumnya untuk
mensejahterakan rakyatnya, bukan untuk mensejahterakan Penguasa, Keluarganya,
Kelompoknya atau Partainya.
Hal yang sangat wajar kalau Rakyat
mengadu kepada wakilnya baik yang ada di DPR RI maupun di DPRD Kabupaten/Kota. Tapi
kenapa setiap Rakyat mengadu selalu dianggap angin lalu. Paling-paling “oke,
aspirasi kalian saya tampung, nanti akan kita salurkan kepada yang berwenang”,
setelah itu selesai, tidak ada tindak lanjutnya. Anehnya, setiap kali Rakyat
menyampaikan aspirasinya (demo) selalu dihadapkan/dibenturkan sama Polisi. Dan
lebih tragis lagi, hanya karena perintah atasan Polisi tega gebukin/mukulin/nembakin
Rakyat. Coba sekali-kali Polisi dan Rakyat gebukin anggota dewan yang mengaku
sebagai wakil rakyat itu. Karena ulah merekalah yang tidak pernah mendengar
Jeritan Rakyat sehingga terjadi Anarkis.
Secara logika. Apa yang telah
dilakukan rakyat pendemo sehingga terjadi pengrusakan, masih dalam batas
kewajaran. Itu merupakan luapan emosi karena hak-hak rakyat telah diabaikan.
Dan tidak ada yang dirugikan. Apakah Penguasa yang rugi? Apakah Pejabatnya yang
rugi? Tidak! Mereka tetap aja naik mobil mewah, sopir pribadi+pengawal, rumah
mewah, pelesir keluar negri, foya-foya, bahkan…korupsi lagi. Yang rugi justru
rakyat.
Pernahkah Presiden, para Mentri, Kapolri,
Elit Politik serta para Pejabat lainnya berpikiran. Karena rakyatlah kalian
bisa hidup mewah di Republik ini. Mari kita berpikir secara jernih, kalau BBM
dinaikkan, dampak sosialnya lebih dahsyat! mungkin kita semua tidak bisa
membayangkan apa yang bakal terjadi.
Masih banyak solusi agar BBM tidak
naik. Mungkin dengan cara memangkas anggaran di semua Kementerian, memangkas
biaya Kunker keluar negeri yang tidak berguna, menunda pembangunan yang bukan
skala prioritas, meniadakan acara-acara seremonial yang banyak
menghambur-hamburkan uang rakyat, mengawasi pemasukan pajak yang konon banyak
kebocoran, mengawasi APBN sebanyak Rp1400 triliun yang konon bocornya
(dikorupsi) sekitar 30%, dan masih banyak lagi cara-cara lainnya. Kalau hal ini
dilakukan, tidak perlu BBM dinaikan, bahkan surplus.
Disamping itu, kalau BBM dipaksakan
naik, berarti pemerintah melanggar konstitusi. Melanggar UUD 45 ayat 3: “bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Selain itu, pasal 28 UU
Migas telah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi. Artinya, harga migas tidak boleh
diserahkan ke harga pasar. Dan juga tidak boleh diserahkan kepada pihak asing.
Sebagai anak bangsa yang peduli
dengan nasib bangsa ini, hanya inilah (tulisan) yang bisa saya persembahkan. Semoga
berguna/bermanfaat bagi kita semua, minimal bagi diri saya pribadi, amin. Salam
anak negri (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar